Rabu, 21 Maret 2018

Pacific Rim Uprising, Kaiju Rasa Sentai

Lima tahun yang lalu kami dikagetkan dengan ide Pacific Rim. Bagi kami saat itu, bagaimana mungkin pertempuran Kaiju (monster raksasa) bakal menarik? Apalagi Pacific Rim dibuat oleh Holywood yang pernah membuat kami trauma dengan Godzilla (1998)? Walaupun pada akhirnya diperbaiki di tahun 2014.

Saat itu ternyata prediksi kami salah besar. Pacific Rim dengan robot raksasanya mampu menembus badai, membuat universenya sendiri, hingga menghasilkan keuntungan dua kali lipat bagi Legendary Picture dan mungkin Guillermo del Toro yang saat itu duduk di bangku sutradara.

Pada sekuelnya kali ini yang diberi sub judul Uprising, kursi sutradara berpindah pada Steven S. DeKnight. Mampukah sang sutradara baru ini memperpanjang universe yang sudah dibangun Guillermo del Toro?

Uprising dibuat dengan gaya millennial yang kental. Untuk menerjemahkan pakem tersebut, Steven memajukan waktu hingga 10 tahun. Jake Pentecost (John Boyega) yang merupakan anak Stacker, berbuat gila-gilaan dan jauh dari kesan heroik ayahnya. Bahkan dalam beberapa kesempatan, dia menyebutkan kalau dia bukanlah ayahnya.

Semua itu terjadi karena manusia mengalami masa damai selama 10 tahun dan Jake merasa kalau para Jaeger sudah tidak valid lagi untuk dipertahankan. Rupanya hal ini juga terpikirkan oleh Liwen Shao (Tian Jing) yang merupakan CEO dari perusahaan Shao. 

Shao merasa kalau para Jaeger terlalu sulit untuk disiapkan dan memakan banyak waktu. Untuk itu dia membuat program drone yang akan membuat para pilot tidak dibutuhkan lagi dan para Jaeger bisa bersiaga selama 24 jam nonstop hanya dengan satu pilot saja. Yang jadi masalah di sini adalah, apakah solusi ini akan berjalan dengan baik?

Seperti yang kami sebut di atas, Pacific Rim Uprising dibuat dengan ide atau semangat millennial. Hasilnya kamu bakal menemukan karakterisasi yang jauh lebih muda dalam bersikap, beberapa meme hingga adegan komedi yang mendekati gaya MCU dalam bertutur.

Sebenarnya kami tidak menolak gaya di atas. Sayangnya, kami justru menolak peran antagonisnya yang dibuat layaknya Rita Repulsa dari Power Rangers. Bayangkan, kamu akan disuguhi dengan seorang antagonis yang hobi membocorkan rencana mereka dan melakukan monolog. Bahkan tanpa ba, bi, bu, Pacific Rim Uprising juga meminjam ide gatai (penggabungan), layaknya para Megazord di Power Rangers.

Mungkin masalah di atas timbul karena Uprising sebenarnya sudah kehabisan bahan untuk diceritakan. Yah mau bagaimana lagi, ending yang diperlihatkan di Pacific Rim sebenarnya sangat tertutup dan sulit untuk dilanjutkan tanpa adanya alasan yang mengada-ada.

Apapun alasannya, kekurangan tersebut tidak mampu menghapus decak kagum kami terhadap elemen action yang disediakan oleh film ini. Pacific Rim Uprising, mampu membuat kami duduk berjam-jam menyaksikan setiap momen pertempuran yang super seru dan tahu-tahu semuanya harus berakhir karena durasinya habis.

Meskipun agak lemah di antagonis, Pacific Rim Uprising mampu membawakan action yang dulu hadir di prekuelnya. Hasilnya film ini kami ganjar dengan nilai 7.5/10. Sebuah sekual yang worth, walaupun cerita dan karakternya kurang bertenaga.

 



from Klik Game http://ift.tt/2FXZTPm
via IFTTT

0 komentar:

Posting Komentar